Gambar Sampul Bahasa Indonesia · Menemukan Nilai-Nilai
Bahasa Indonesia · Menemukan Nilai-Nilai
Suratno

24/08/2021 11:54:18

SMA 10 KTSP

Lihat Katalog Lainnya
Halaman

196

Bahasa Indonesia Kelas X SMA/MA

C.

Menemukan Nilai-Nilai dalam Karya Sastra Melayu

Klasik

15.2

Membaca (Sastra)

Tujuan Pembelajaran:

Kamu akan mampu menemukan nilai-nilai yang terkandung di dalam sastra Melayu

klasik.

Kali ini kamu akan diminta untuk membaca suatu karya sastra Melayu klasik,

kemudian menemukan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

Nilai

adalah

ajaran atau etika dalam kehidupan yang dapat dijadikan pelajaran bagi manusia.

Nilai-nilai dalam karya sastra Melayu klasik meliputi berikut ini.

1. Nilai moral atau etika, adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan norma-norma

yang ada dalam suatu masyarakat atau kelompok manusia tertentu.

Jadi, ukuran nilai adalah baik dan buruk yang bersifat lokatif atau berdasarkan

tempat tertentu. Pesan moral disampaikan dari perilaku, sikap, dan ucapan

tokoh-tokohnya.

2. Nilai sosial, adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan masalah sosial. Jadi,

berkaitan antara interaksi sosial antarmanusia, baik sebagai individu maupun

kelompok.

3. Nilai budaya, adalah nilai yang berkaitan dengan kebudayaan, adat istiadat,

ataupun kebiasaan suatu masyarakat.

4. Nilai estetika atau keindahan adalah nilai yang berkaitan dengan segi bahasa,

baik majas, diksi, persamaan bunyi, maupun simbol atau lambang-lambang.

5. Nilai religius, adalah nilai-nilai ajaran kepercayaan atau ketuhanan yang

dituangkan dalam karya sastra.

Sebagai latihan, bacalah karya sastra Melayu klasik berikut, kemudian

kerjakan tugas yang menyertainya!

Diangkat Kembali Menjadi Raja

. . .

Tersebutlah perkataan Baginda tatkala ia membuangkan dirinya itu. Berapa

lamanya ia berjalan itu, maka Baginda pun sampailah kepada sebuah negeri yang

amat besar kerajaannya. Maka Baginda pun duduklah di luar kota negeri itu.

Syahdan, maka adalah raja di dalam negeri itu telah kembalilah ke Rahmatullah.

Maka ia pun tidak beranak, seorang jua pun tiada. Maka segala menteri dan

hulubalang dan orang besar-besar dan orang kaya-kaya dan rakyat sekaliannya

197

Kegiatan Sekolah

berhimpunlah dengan musyawarah mufakat sekaliannya akan membicarakan

siapa juga yang patut dijadikan raja, menggantikan raja yang telah kembali ke

Rahmatullah itu. Maka, di dalam antara menteri yang banyak itu ada seorang

menteri yang tua berkata, katanya “Adapun hamba ini tua daripada tuan hamba

sekalian. Jikalau ada gerangan bicara, mengapa segala saudaraku ini tiada hendak

berkata?” Maka segala menteri dan hulubalang itu pun tersenyum seraya katanya,

“Jika sungguh tuan hamba bersaudarakan hamba sekalian ini, dengan tulus dan

ikhlas, hendaklah tuan hamba katakan, jika apa sekali pun.” Setelah itu, maka

menteri tua itu pun berkatalah, katanya, “Bahwasanya hamba ini ada mendengar

tatkala hamba lagi kecil dahulu perkataan marhum yang tua itu,” maka sabdanya,

marhum itu, “Adapun akan negeriku ini, jikalau tiada lagi rajanya maka hendaklah

dilepaskan Gajah kesaktian itu, barang siapa yang berkenan kepadanya ia itulah

rajakan olehmu, supaya sentosa di dalam negeri ini.” Setelah didengar oleh

sekalian menteri dan hulubalang itu akan menteri itu maka sekaliannya pun

berkenanlah di dalam hatinya kata itu.

. . .

Hatta, maka pada ketika yang

baik, maka Gajah kesaktian itu pun

dikeluarkan oranglah dengan

alatnya. Setelah sudah maka segala

menteri dan hulubalang dan rakyat

sekalian pun segeralah meng-

iringkan Gajah itu dengan alat

kerajaan, daripada payung ubur-

ubur dan hamparan. Setelah itu,

maka seketika itu juga sampailah ia

kepada tempat baginda dua suami

istri itu.

Kalakian maka Baginda pun terkejut seraya menetapkan dirinya. Maka gajah

itu pun segeralah datang menundukkan kepalanya, seolah-olah orang sujud

rupanya kepada Baginda itu. Maka segala menteri dan hulubalang dan rakyat itu

198

Bahasa Indonesia Kelas X SMA/MA

pun bertelut menjunjung duli seraya berkata sembah, “Ya tuanku Syah Alam,

patik sekalian memohonkan ampun beribu-ribu ampun ke bawah duli Syah

Alam yang mahamulia. Adapun patik sekalian ini telah menyerahkan diri patik,

dan negeri ini pun patik serahkan ke bawah Syah Alam.” Setelah Baginda

mendengar demikian sembah sekalian mereka itu, maka Baginda pun terlalulah

suka citanya seraya titahnya, “Hei sekalian Tuan-tuan, apa mulanya maka

demikian halnya, Tuan-tuan ini?”

Maka sembah segala menteri dan hulubalang itu, “Ya Tuanku Syah Alam,

adapun negeri patik ini telah tiadalah rajanya, telah sudah kembali ke Rahmatullah

taala.” Maka dipersembahkannya daripada permulaannya datang kepada

kesudahannya itu.

Syahdan, maka Baginda pun terlalulah suka cita hatinya mendengar sembah

sekalian menteri dan hulubalang itu. Maka seketika Baginda pun menceritakan

hal ikhwalnya pergi membuangkan dirinya itu. Setelah segala menteri dan

hulubalang dan rakyat sekaliannya mendengar cerita Baginda itu, maka mereka

itu terlalulah suka cita hatinya. Maka katanya, “Raja besar juga rupanya duli

Baginda ini.” Setelah sudah maka sembah segala menteri dan hulubalang dan

rakyat sekalian itu, “Baiklah, segera Tuanku naik ke atas gajah ini, supaya patik

sekalian mengiringkan Tuanku ke dalam negeri.

Alkisah, baginda dua suami istri pun naiklah ke atas gajah itu, maka perdana

menteri pun mengembangkan payung kerajaan. Setelah sudah maka segala

hulubalang pun mengerahkan segala rakyat memalu segala bunyi-bunyian, gegap

gempita bunyinya terlalu ramainya. Maka baginda dua suami isteri itu pun diarak

oranglah, lalu masuk ke dalam negeri diiringkan oleh segala menteri dan

hulubalang, rakyat hina dina, kecil dan besar, tua dan muda sekaliannya.

Apabila sampailah ke istana, maka sekaliannya itu pun habislah menjunjung

duli Baginda. Maka Baginda pun terlalu adilnya dan murahnya serta dengan tegur

sapanya akan segala rakyat, jikalau miskin kaya sekali pun sama juga kepadanya.

Maka negeri itu pun sentosalah. Demikian adanya.

. . .

(Bunga Rampai dari Hikayat Lama)